Asia Pasifik sebagai salah satu pusat perekonomian digital terbesar di dunia tentu rentan terhadap kejahatan siber. Menurut laporan 2018 Global Digital dari We Are Social dan Hootsuite, terdapat lebih dari 2,007 juta pengguna internet yang unik dan menempati hampir setengah dari populasi di Asia Pasifik.
Karena semakin banyaknya pengguna internet dan jumlah perangkat yang ada, maka semakin banyak pula risiko terjadi penyusupan oleh penjahat siber.
Asia Pasifik sendiri menjadi target empuk kejahatan siber, terutama di ranah dark web, ujar Budi Janto, Countre General Manager Lenovo Indonesia, Jumat, 14 Juni 2019.
“Meski komunitas dark web di Asia, termasuk Indonesia masih terbilang kecil dibanding negara Barat, namun tetap saja ini merupakan ancaman yang tidak bisa dihindari,” timpalnya.
<@ads
Bagi kamu yang tidak tahu apa itu dark web, dark web mengacu pada bagian internet yang tidak terindeks oleh mesin pencari. Akses untuk masuk ke dark web juga tidak semudah akses ke website biasa.
Diperlukan perangkat lunak khusus yang memungkinkan pengguna mengungkapkan identitas dan aktivitasnya dibalik enkripsi yang berlapis-lapis.
Saat ini diperkirakan terdapat lebih dari 50% situs dark web yang digunakan untuk kriminal. Selain digunakan untuk transaksi narkoba dan barang curian, dark web juga banyak digunakan untuk penjualan data digital seperti username akun, alamat email, dan kata sandi.
Bisnis jual beli data oleh kalangan penjahat siber ini tumbuh subur dengan harga per identitas bisa mencapai ratusan dollar. Setidaknya lebih dari setengah kejahatan siber di Asia Tenggara telah mengakibatkan kerugian mencapai lebih dari 1 juta dolar AS.